Maandag 15 April 2013

MAKALAH


MAKALAH
Budaya Masyarakat Jawa Timur Ketika Hamil, Melahirkan, dan Nifas

OLEH :
MUHAMAD RIZAL BAIHAQI
UNIVERSITAS KADIRI
SI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
(2012 / 2013)
i

KATA PENGANTAR

 Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah yang berjudul ‘ Budaya Masyarakat Jawa Timur Ketika Hamil, Melahirkan dan Nifas  ‘’ ini dengan tepat pada waktunya.
   Makalah ini berisikan informasi tentang ‘’Budaya masyarakat Jawa Timur Ketika Hamil, Melahirkan, dan Nifas’. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita  semua.
 Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu Saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
 Akhir kata, Saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin.

Kediri , 10 April 2013
Penyusun
Muhamad Rizal Baihaqi
ii

DAFTAR ISI
Halaman Judul...........................................................................................................i
Kata pengantar..........................................................................................................ii
Daftar isi…...............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1. 1      Latar Belakang...........................................................................................1
1. 2      Perumusan Masalah...................................................................................1
1. 3      Tujuan.........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1   Budaya Jawa Timur Ketika Hamil................................................................2-4
2.2   Budaya Jawa Timur Setelah melahirkan…………………………….….….4-8
2.3   Budaya Jawa Timur Ketika Nifas………………………………….………8-9
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................................10
3.2 Saran.............................................................................................................10-12

Daftar Pustaka………………………………...……………………………….12-13
iii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Budaya suatu daerah dengan daerah yang lain tentu sedikit banyak pasti berbeda, begitu juga dengan budaya sebuah masyarakat ketika hamil, melahirkan dan ketika nifas.
Dengan keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia, sebagai seorang tenaga kesehatan berkewajiban untuk mempelajarinya karena penerapan di rumah sakit pengetahuan akan budaya pasien sangat dibutuhkan untuk memudahkan proses penyembuhan pasien.
Dalam makalah ini saya akan membahas tentang budaya masyarakat Jawa Timur ketika hamil, melahirkan dan ketika nifas.
.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa saja yang biasa dilakukan masyarakat Jawa Timur ketika Hamil, Melahirkan dan Nifas ?
2.      Apa saja manfaat dari budaya tersebut jika di lihat dari segi ilmu kesehatan ?
3.      Bagaimana seorang tenaga kesehatan menanggapi budaya-buda tersebut ?
1

1.3  Tujuan
 Tujuan Saya menulis Makalah ini adalah untuk pemenuhan Tugas ISBDIlmu Sosial dan Budaya”, dan meningkatkan pengetahuan Saya lebih lanjut mengenai Ilmu Sosial dan Budaya dan Hubungannya dengan Provesi Keperawatan, selain itu :
1.      Menjelaskan Budaya apa saja yang dilakukan masyarakat jawa timur ketika Hamil, Melahirkan dan Nifas.
2.      Mengetahui manfaat budaya Jawa Timur ketika Hamil, Melahirkan,dan Nifas jika di tinjau dari ilmu kesehatan.
3.      Menjelaskan bagaimana cara tenaga kesehatan menanggapi budaya-budaya tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN
 2.1 Budaya Jawa Timur ketika hamil.
Tradisi masyarakat jawa Timur ketika hamil yaitu mengadakan upacara selamatan Ubarampe yang dibutuhkan untuk selamatan kelahiran adalah yang disebut brokohan. Pada zaman ini brokohan biasanya terdiri dari : Beras, Telur, Mie instan, Gula, Teh, dan sebagainya. Namun jika dikembalikan lagi ke makna yang terkandung dalam selamatan bayi, brokohan cukup dengan 4 macam ubarampe saja yaitu :
2

v  Kelapa yang bermakna : daging kelapa yang berwarna putih adalah manifestasi dari sukra (bahasa Jawa kuno) yaitu sperma, benihnya laki-laki atau bapak
v  Gula merah atau gula jawa yang bermakna : berwarna merah adalah manifestasi dari swanita (bahasa Jawa kuno) yaitu sel telur, benihnya wanita atau ibu
v  Dawet
  
Dawet terdiri dari 3 bahan yaitu:
ü  santan kelapa, berwarna putih wujud dari sperma, benihnya Bapak.
ü   juruh dari gula Jawa yang berwarna merah wujud dari sel telur, benihnya  Ibu
ü  cendol dari tepung beras manifestasi dari jentik-jentik kehidupan.
v  Telor bebek
Telor bebek. Ada dua alasan mengapa memakai telor bebek, tidak memakai telor ayam.
Alasan yang pertama: telor bebek kulitnya berwarna biru, untuk menggambarkan langit biru, alam awang-uwung,
kuasa dari atas.
Alasan kedua: biasanya telur bebek dihasilkan dari pembuahan bebek jantan tidak dari endog lemu atau bertelur karena faktor makanan. Dengan demikian telor bebek kalau diengrami dapat menetas, artinya bahwa ada roh kehidupan di dalam telor bebek.
                                                                   3

       Melalui keempat macam ubarampe untuk selamatan bayi lahir tersebut, para leluhur dahulu ingin menyatakan perasaannya yang dipenuhi rasa sukur karena telah mbabar seorang bayi dalam proses babaran.
Keempat ubarampe yang dikemas dalam selamatan Brokohan tersebut mampu menjelaskan bahwa Tuhan telah berkenan mengajak kerjasama kepada Bapak dan Ibu untuk melahirkan ciptaan baru, mbabar putra..
Dalam budaya Jawa
Timur, kelahiran seorang anak manusia ke dunia, selain merupakan anugerah yang sangat besar, juga mempunyai makna tertentu. Oleh karena itu, pada masa mengandung bayi hingga bayi lahir, masyarakat Jawa  Timur mempunyai beberapa uapacara adat untuk menyambut kelahiran bayi tersebut.
2.5 Budaya Jawa Timur ketika melahirkan dan sesudah bayi lahir
Ø  Upacara Mendhem Ari-ari
Ari-ari atau plasenta disebut juga dengan aruman atau embing-embing atau mbingmbing. Bagi orang Jawa, ada kepercayaan bahwa ari-ari merupakan saudara bayi tersebut oleh karena itu ari-ari dirawat dan dijaga sebaik mungkin, misalnya di tempat penanaman ari-ari tersebut diletakkan lampu sebagai penerangan. Artinya, lampu tersebut merupakan simbol pepadhang bagi bayi. Pemagaran di sekitar tempat penanaman ari-ari dan menutup bagian atas pagar juga dilakukan agar tidak kehujanan dan binatang tidak masuk ke tempat itu.



4

·         Tata Cara/Adat
Ari-ari setelah dicuci bersih dimasukkan ke dalam periuk yang terbuat dari tanah (kendhil). Di beberapa tempat, periuk dari tanah ini dapat diganti dengan tempurung kelapa dan tabonan kelapa. Sebelumnya kendhil diberi alas daun senthe yang di atasnya diletakkan beberapa barang yang merupakan syarat.
·         Syarat yang dimaksud di beberapa daerah berlainan jenisnya, yaitu:
kembang boreh, lenga wangi, kunir bekas alas untuk memotong tali pusat, welat (pisau yang terbuat dari potongan bambu tipis) yang dipakai untuk memotong tali pusat, garam, jarum, benang, gereh pethek, gantal dua kenyoh, kemiri gepak jendhul, tulisan huruf Jawa (ha na ca ra ka, ...), tulisan huruf Arab, tulisan huruf latin (a, b, c, ...), dan uang sagobang; biji kemiri gepak jendhul, jarum, gereh, beras merah, kunyit, garam, dan kertas tulisan Arab,pensil, buku, kertas tulisan Arab, tulisan Jawa, dan tulisan latin. Selain itu, bagi bayi perempuan ke dalam kendhil dimasukkan juga empon-empon seperti temu ireng, kunir, dlingo bengle, bawang merah, bawang putih, benang, dan jarum. Bagi bayi laki-laki, dimasukkan juga uang logam Rp 100,00 .
Setelah beberapa syarat itu dimasukkan disusul kemudian dengan ari-ari, kendhil ditutup dengan lemper yang masih baru lalu dibungkus dengan kain mori yang juga masih baru.
Di atasnya dipasang lampu yang dinyalakan setiap malam selama selapan (35 hari). Tempat penguburan ari-ari ini biasanya terletak di samping kanan pintu masuk.
Upacara-upacara tersebut antara lain adalah mitoni, upacara mendhem ari-ari, brokohan, upacara puputan, sepasaran dan selapanan.
                                                                  5

         Selapanan dilakukan 35 hari setelah kelahiran bayi. Pada hari ke 35 ini, hari lahir si bayi akan terulang lagi. Misalnya bayi yang lahir hari Rabu Pon (hari weton-nya), maka selapanannya akan jatuh di Hari Rabu Pon lagi. Pada penanggalan Jawa, yang berjumlah 5 (Wage, Pahing, Pon, Kliwon, Legi) akan bertemu pada hari 35 dengan hari di penanggalan masehi yang berjumlah 7 hari. Logikanya, hari ke 35, maka akan bertemu angka dari kelipatan 5 dan 7. Di luar logika itu, selapanan mempunyai makna yang sangat kuat bagi kehidupan si bayi. Berulangnya hari weton bayi, pantas untuk dirayakan seperti ulang tahun. Namun selapanan utamanya dilakukan sebagai wujud syukur atas kelahiran dan kesehatan bayi.
Yang pertama dilakukan dalam rangkaian selapanan, adalah potong rambut atau parasan. Pemotongan rambut pertama-tama dilakukan oleh ayah dan ibu bayi, kemudian dilanjutkan oleh sesepuh bayi. Di bagian ini aturannya, rambut bayi dipotong habis. Potong rambut ini dilakukan untuk mendapatkan rambut bayi yang benar-benar bersih, diyakini rambut bayi asli adalah bawaan dari lahir, yang masih terkena air ketuban. Alasan lainnya adalah supaya rambut bayi bisa tumbuh bagus, oleh karena itu rambut bayi paling tidak digunduli sebanyak 3 kali. Namun pada tradisi potong rambut ini, beberapa orang ada yang takut untuk menggunduli bayinya, maka pemotongan rambut hanya dilakukan seperlunya, tidak digundul, hanya untuk simbolisasi.



                                                                    6

             Setelah potong rambut, dilakukan pemotongan kuku bayi. Dalam rangkaian ini, dilakukan pembacaan doa-doa untuk keselamatan dan kebaikan bayi dan keluarganya. Upacara pemotongan rambut bayi ini dilakukan setelah waktu salat Maghrib, dan dihadiri oleh keluarga, kerabat, dan tetangga terdekat, serta pemimpin doa.
Acara selapanan dilakukan dalam suasana yang sesederhana mungkin. Sore harinya, sebelum pemotongan rambut, masyarakat merayakan selapanan biasanya membuat bancaan yang dibagikan ke kerabat dan anak-anak kecil di seputaran tempat tinggalnya. Bancaan mengandung makna agar si bayi bisa membagi kebahagiaan bagi orang di sekitarnya.
Adapun makanan wajib yang ada dalam paket bancaan, yaitu nasi putih dan gudangan, yang dibagikan di pincuk dari daun pisang. Menurut Mardzuki, seorang ustadz yang kerap mendoakan acara selapanan, sayuran yang digunakan untuk membuat gudangan, sebaiknya jumlahnya ganjil, karena dalam menurut keyakinan, angka ganjil merupakan angka keberuntungan. Gudangan juga dilengkapi dengan potongan telur rebus atau telur pindang, telur ini melambangkan asal mulanya kehidupan. Selain itu juga beberapa sayuran dianggap mengandung suatu makna tertentu, seperti kacang panjang, agar bayi panjang umur, serta bayem, supaya bayi hidupanya bisa tentram.


                                                                   7

     selain itu Bayi baru lahir tidak boleh di bawa jauh keluar rumah sebelum 40 hari,karan di takutkan terkena penyakit orang lain dan di ganggu mahluk halus, Bayi  di pakaikan  gurita dan  Jika anak demam,pasti di bawa ke dukun untuk dalam istilahnya “ di suwok”,

              2.6  Budaya Jawa Timur ketika nifas.
Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Secara tradisional, upaya perawatan masa nifas telah lama dilakukan dengan berdasar kepada warisan leluhur dan hal tersebut bervariasi sesuai adat dan kebiasaan pada masing-masing suku, misalnya saja suku Jawa yang memiliki aneka perawatan selama masa postpartum. Namun, tidak semua perawatan yang dilakukan oleh masyarakat Jawa Timur tersebut dapat diterima bila ditinjau dari aspek medis. Oleh sebab itu, informasi tentang perawatan masa nifas pada suku Jawa merupakan salah satu aspek penting diketahui para pelayan kesehatan untuk lebih memudahkan memberikan pendekatan dalam pelayanan kesehatan. Adapun  tradisi perawatan masa nifas menurut adat Jawa meliputi:
1)      perawatan pemeliharaan kebersihan diri, terdiri dari: mandi wajib nifas, irigasi vagina dengan menggunakan rebusan air daun sirih, dan menapali perut sampai vagina dengan menggunakan daun sirih

8


2)      perawatan untuk mempertahankan kesehatan tubuh, terdiri dari: perawatan dengan pemakaian pilis, pengurutan, walikdada, dan wowongan,
3)      perawatan untuk menjaga keindahan tubuh, terdiri dari: perawatan dengan pemakaian parem, duduk senden, tidur dengan posisi setengah duduk, pemakaian gurita, dan minum jamu kemasan
4)      perawatan khusus, terdiri dari: minum kopi dan minum air jamu wejahan. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi petugas pelayan kesehatan khususnya bidan untuk mempermudah memberikan pelayanan tanpa mengabaikan aspek sosiokultural.
Nb: Untuk wanita yang sedang nifas di larang potong kuku dan potong rambut karena pada saat nifas wanita dianggap masih kotor dan harus mandi besar untuk mensucikan dirinya sedangkan mandi besar harus dilakukan setelah masa nifas selesai jadi anggota tubuhnya harus di sucikan terlebih dahulu namu hal ini biasanya disiasati dengan tetap bisa memotong kuku dan rambut tetapi rambut dan kuku yang di potong harus disimpan dan kemundian disucikan ketikan dia mandi besar






9

BAB III
PENUTUP
3.1.    Kesimpulan
             Suku bangsa Jawa Timur mengenal upacara sehubungan dengan kehamilan. Selamatan ini dimulai sejak bulan pertama sampai bulan ke sembilan bahkan sampai bulan kesepuluh apabila ada kehamilan mencapai sepuluh bulan.
Budaya Jawa juga memiliki mitos-mitos mengenai Ibu pada masa kehamilan, bersalin dan nifas. Mitos ini ada yang dapat dibenarkan tapi lebih banyak mitos yang tidak benar bahkan dapat dikatakan bahwa mitos ini merugikan dan membahayakan bagi ibu hamil, janin dan bayi.

3.2.   Saran
1.      Kita harus selektif dalam menghadapi segala budaya-budaya yang telah lama berkembang dalam masyarakat.
2.      Budaya yang berkembang dalam masyarakat tidak selamanya merugikan bagi dunia kesehatan ,adapula yang bermanfaat maka dari itu perlunya bagi kita untuk melestarikan budaya-budaya yang bermanfaat dan memberikan dampak positif bagi masyarakat.
3.      Perbedaan budaya-budaya dalam masyarakat janganlah di jadikan sekat pemisah antar masyarakat.

                                                                            10


4.      Sebagai tenaga kesehatan yang langsung terjun ke masyarakat hendaknya kita memperhatikan adat istiadat dan budaya yang berkembang di sekitar kita. Hal ini bermanfaat bagi bidan untuk melakukan pendekatan kepada masyarakat sehingga masyarakat dengan mudah percaya dan menerima apa yang diberikan oleh bidan. Karena terkadang sebagai tenaga kesehatan, bidan mengalami kesulitan dalam memberikan pelayanan yang bertentangan dengan adat istiadat dan budaya setempat
 Dalam menghadapi budaya-budaya ini baik budaya Jawa maupun budaya lainnya. Kita harus mengadakan adanya suatu promosi kesehatan, salah satunya berupa penyuluhan. Yang kita beri penyuluahn ini adalah mitos-mitos yang merugikan sedangkan yang mitos yang baik kita beri bimbingan lagi agar ketidak adanya kesimpangsiuran dalam mengartikannya. 

Terdapat lima pendekatan dalam suatu promosi kesehatan, yaitu: 
1. Pendekatan medik 
2. Pendekatan perubahan perilaku 
3. Pendekatan edukasional 
4. Pendekatan berpusat pada klien
5. Pendekatan perubahan sosietal 
                                                                    11


           Penyuluhan kesehatan adalah suatu kegiatan pendidikan kesehatan, yang dilakukan dengan menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungan dengan kesehatan. Dengan pengertian seperti ini maka petugas penyuluhan kesehatan, disamping harus menguasai ilmu komunikasi juga harus pemahaman yang lengkap tentang pesan yang disampaikan.


DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim, Christin S, 1993, Perawatan Keebidanan (Perawatan Nifas), Bharata NiagaMedia Jakarta
Manurung, Yusnani Dewi. 2010. Perawatan Pospartum Menurut Perspektif Budaya Jawa . Diunduh dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/17200 (Diakses 15 November 2011)

Oktavia, Dian. 2009. Mitos-mitos Budaya Jawa dalam Masa Kehamilan, Persalinan dan Nifas. Diunduh dari  http://www.scribd.com/doc/33587205/Ilmu-Sosial-Budaya-Dasar-Budaya-Jawa (Diakses 15 November 2011)


12

Restu  .2010. Adat Jawa. Diunduh dari http://restudai.blogspot.com/2010/03/adat-jawa.htm (Diakses 23 November 2011)
Septiani, Nesia. 2011. Selapan Adat Jawa. Diunduh dari http://nesiaseptiani.blogspot.com (Diakses 22 November 2011)
Wira. 2011. Tedhak Siten (Tradisi Mengenalkan Jati Diri). Diunduh dari http://www.kaskus.us/showthread.php?p=472081050 (Diakses 23 November 2011)

















13

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking